Siapkah Kita jika ini Terakhir Kalinya?

Banyak yang bilang kalau apa yang kita miliki sekarang, itu semua cuma sementara. Aku setuju. Tapi bukan hanya untuk konteks kepemilikan benda aja, melainkan semuanya. Iya, semuanya. Segala sesuatu yang miliki, secara langsung maupun ga langsung. Bisa dibilang, pergi meninggalkan kita dan pergi ke tempat yang lebih baik.

Jadi akhir-akhir ini, banyak hal yang aku pikirin disela-sela kesibukan menjelang UN. Bahkan mungkin yang ga terpikirkan sama temen-temenku malah.

Semua itu berawal dari salah satu youtuber, blogger dan pendiri IVG Japan, kak Banuraga, yang udah setahun ini aku pantengin terus update-an dia. Mulai dari awal vlognya yang masih sekolah di SRIT sampe kuliah di Jakarta. Dan salah satu temennya, ternyata September lalu udah mendahului Kak Banu dan temen-temennya (kalian bisa baca di nadikidalkadal.blogspot.jp atau youtube kak Banu). Dari apa yang mereka ungkapkan lewat video, tulisan, bahkan foto-foto mereka semasa almarhum hidup, rasanya begitu nyesek. Mereka kehilangan sahabat terdekat yang belum tentu bisa mereka temukan lagi di dunia. Begitu terasa penyesalan mereka karena tidak bisa menghabiskan masa-masa terakhir bersama sebelum ajal memanggil almarhum.

Desember lalu aku juga sempat merasakan hal yang sama. Saat kakek dari mama menghembuskan nafas terakhir, tapi mama tidak bisa ada disana dikarenakan jarak yang menghalangi. Terlihat jelas dari isak mama yang sangat menyesal tidak ada disana disaat terakhir kakek, menuntunnya membaca dua kalimat syahadat, sekedar mengobrol sedikit saja dengan kakek atau mendengar kata-kata terkahir beliau. Mama kehilangan bapak yang sangat mama sayangi dan saat mama akhirnya bisa datang ke rumah kakek, mama masih bisa menceritakan masa kecilnya bersama kakek.

Pahit memang ketika kita merasa bahwa yang kita miliki saat ini setelah sekian lama kita pegang erat, harus pergi dari genggaman bahkan tanpa ada kata perpisahan. Setidaknya beberapa kata dari kita saja sudah cukup untuk menemani dan mengiringi mereka yang akan meninggalkan kita. Setidaknya kita tau kapan mereka akan meninggalkan kita, hingga kita bisa menghabiskan waktu kita dengan mereka yang kelak pergi.

Tapi apa daya manusia yang tidak ada apa-apanya ini. Semua itu rahasia Ilahi yang bisa mengatur. Skenario-Nya sudah sangat sempurna dan kita saja yang kadang tidak bisa menerima kesempurnaan dari ketentuan-Nya. Adil bagi-Nya, namun sulit untuk kita ambil hikmahnya.

Terlintas dalam pikiran, bahwa apa yang mereka alami pasti bakal aku alami kelak. Entah itu tahun depan, bulan depan, minggu depan, besok, atau setelah aku menulis post ini. Entah kita sedang melakukan kebaikan atau keburukan yang menjadi cikal bakal kemana kita akan berlabuh untuk terakhir kalinya. Entah dengan siapa kita saat itu dan bisa membuat kenangan paling tidak terlupakan dengan mereka yang bersama kita sebelum akhirnya tidak bisa bertemua kembali.

Mungkin saja orang-orang yang aku sayangi yang kelak meninggalkanku terlebih dulu-- orangtuaku, atau adikku, atau sahabatku, atau orang yang bisa membuatku jatuh cinta, tidak ada yang pernah tau kapan dan dimana kita akan bertemu terakhir kali atau sekedar saling memberi senyuman dan pergi untuk selamanya. Karena mereka semua hanya titipan dari Tuhan, mereka semua milik Tuhan sepenuhnya.

Atau bisa saja aku lebih dulu dari mereka. Aku berpikir, apa yang mereka lakukan jika saja aku yang mendahului mereka. Orangtuaku akan kehilangan putri dan jagoan mereka, adikku akan kehilangan orang yang dia sayangi dan hormati setelah orangtua kami, sahabatku akan kehilangan orang paling aneh dan absurd di muka bumi, dan seorang lelaki yang mungkin juga akan merasa kehilangan dan belum berani mengungkapkannya padaku (yang terakhir ini aku beneran menghayal, karena memang belum ada yang mau sama aku. Belum waktunya). Lebih baik berhusnudzon saja dari sekarang.

Bukan maksud membuang tabiat seperti kata orang kebanyakan. Namun sekedar mengingatkan sesama untuk bisa memanfaatkan waktu kita sebaik mungkin mulai dari sekarang. Karena kita tidak pernah tau kapan waktu kita bakal habis di dunia ini.

Kita hidup layaknya game yang mungkin sering kita mainkan. Kita mengumpulkan poin sebanyak-banyaknya ketika berada di suatu tempat agar kita bisa pergi ke tempat yang kita tuju atau menjadi tujuan terakhir dalam game melalui banyak rintangan dan halangan. Jika kita bisa mengumpulkan poin sebanyak-banyaknya dan sesuai dengan kriteria si pembuat game, maka tempat terbaiklah yang kita dapat. Begitupun jika kita tidak dapat mengumpulkan poin sesuai dengan yang diminta, hanya si pembuat game yang tau kemana kita akan ditempatkan.

Sama halnya dengan hidup ini. Tujuan kita hidup di dunia hanya satu--mati. Kita disuruh untuk mengumpulkan amal kebaikan sebanyak mungkin dan sesuai dengab kriteria, dan kelak Tuhan yang akan menentukan kemana kita akan ditempatkan. Tidak mudah memang, karena begitu banyak godaan dunia yang menghalangi kita untuk mengumpulkannya. Sanggupkah kita menahan godaan atau malah tenggelam di dalamnya.

Perbaikilah dari sekarang apa yang patut kita perbaiki. Buat banggalah orangtua, walaupun dengan hal-hal kecil sekalipun yang bisa membuat orangtuamu tersenyum merekah. Sayangilah adik atau kakakmu dengan tidak membuat mereka bersedih karena perbuatan kita. Buatlah kenangan yang menyenangkan dan tidak terlupakan dengan sahabat-sahabatmu karena belum tentu kenangan akan terulang sama. Dan urusan jodoh, semoga kita bisa bertemu dengan orang yang benar-benar menjadi orang yang kita sayangi dan membuat kita cinta berkali-kali dengannya, atau jika tidak bisa bertemu sekarang kelak Tuhan akan menemukan jodoh kita di tempat-Nya dengan yang baik pula.

Karena yang kekal akan selamanya kekal dan kelak kita akan kesana. Dan yang sementara akan tetap sementara, sampai kita tau apakah yang sementara akan membawa kita ke arah yang lebih baik atau lebih buruk.

CONVERSATION

0 comments:

Posting Komentar

Back
to top