Sebelum
kita membahas mengenai psikologi pendidikan, kita akan membahas terlebih dahulu
apa itu pengajaran dan pembelajaran? Apakah dua hal tersebut adalah berbeda?
PENGAJARAN : Proses
pendidikan yang sebelumnya direncanakan dan diarahkan untuk mencapai tujuan
serta dirancang untuk mempermudah belajar.
PEMBELAJARAN : Proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar oada suatu lingkungan belajar.
Psikologi
itu sendiri adalah ilmu atau studi ilmiah mengenai perilaku dan proses mental.
Nah, psikologi pendidikan merupakan cabang ilmu psikologi yang mengkhususkan
diri pada cara memahami pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan
pendidikan.
Setelah
kita mengetahui definisi dari psikologi pendidikan, kita akan membahas
bagaimana latar belakang dari psikologi pendidikan dan siapa tokoh dibaliknya.
·
William James
(1842-1910)
Dalam
kuliahnya yang bertajuk ‘Talks to Teachers”, James mendiskusikan mengenai
aplikasi psikologi untuk mendidik anak. Dimana ia mengemukakan bahwa eksperimen
psikologi di laboratorium tidak bisa menjelaskan kepada kita bagaimana cara
mengajar anak secara efektif, sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan.
Salah satu rekomendasinya yaitu mulai mengajar pada titik yang sedikit lebih
tinggi di atas tingkat pengetahuan dan pemahaman anak dengan tujuan untuk
memperluas cakrawala pemikiran anak.
·
John Dewey
(1859-1952)
Kita
banyak mendapat ide penting dari John Dewey (Glassman, 2001, 2002).
1.
Kita mendapatkan
pandangan tentang anak sebagai pembelajar aktif (active learner). Sebelumnya, ada keyakinan yang beredar bahwa
anak-anak semestinya duduk di kursi mereka dan mendengarkan pelajaran secara
pasif dan sopan. Sebaliknya, Dewey percaya bahwa anak-anak akan belajar dengan
lebih baik jika mereka aktif
2.
Kita mendapatkan
ide bahwa pendidikan seharusnya difokuskan pada anak secara keseluruhan dan
memperkuat kemampuan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Anak-anak
seharusnya tidak hanya mendapat pelajaran akademik saja, tetapi juga harus
diajari cara untuk berpikir dan beradaptasi dengan dunia di luar sekolah.
3.
Kita mendapatkan
gagasan bahwa semua anak berhak mendapat pendidikan yang selayaknya. Dewey
merupakan seorang pendidik yang mendukung pendidikan yang layak bagi semua
anak, lelaki maupun perempuan, dari semua lapisan sosial-ekonomi dan etnis.
·
E.L. Thorndike
(1874-1949)
Thorndike berpendapat bahwa salah satu tugas
pendidikan di sekolah yang paling penting adalah menanamkan keahlian penalaran
anak. Thorndike sangat ahli dalam melakukan studi belajar dan mengajar secara
ilmiah (Beatty, 1998). Thorndike mengajukan gagasan bahwa psikologi pendidikan
harus punya basis ilmiah dan harus berfokus pada pengukuran (O’Donnell &
Levin, 2001).
Diversitas dan Psikologi Pendidikan
Awal
Sebelum adanya perubahan undang-undang dan
kebijakan hak-hak sipil pada 1960-an, hanya ada segelintir tokoh non-Kulit
Putih yang berhasil mendapat gelar dan bisa menembus rintangan diskriminasi
rasial untuk melakukan riset di bidang ini (Banks, 1998). Pada 1971, Kenneth
Clark menjadi orang Afrika-Amerika pertama yang menjadi presiden American
Psychological Association. Pada 1932, seorang psikolog dari negara Latin,
George Sanchez melakukan riset yang menunjukkan bahwa tes kecerdasan secara
kultural telah dibiaskan dan merugikan anak-anak etnis minoritas.
Perempuan juga menghadapi rintangan untuk
mendapat pendidikan yang lebih tinggi dan karenanya mereka lambat dalam
mendapatkan pengakuan atas kontribusi mereka terhadap riset psikologi. Salah
satu orang yang sering diabaikan dalam sejarah psikologi pendidikan adalah Leta
Hollingworth. Dia adalah orang pertama yang menggunakan istilah gifted untuk mendeskripsikan anak-anak
yang mendapat skor istimewa dalam tes
kecerdasan (Hollingworth, 1916).
Perkembangan Lebih Lanjut
Pada 1950-an, B. F.
Skinner (1954) mengembangkan konsep programmed
learning (pembelajaran terprogram), yakni setelah murid melalui serangkaian
langkah ia terus didorong (reinforced)
untuk mencapai tujuan dari pembelajaran. Skinner menciptakan sebuah alat pengajaran
yang berfungsi sebagai tutor dan mendorong murid untuk mendapatkan jawaban yang
benar (Skinner, 1958).
CARA MENGAJAR YANG EFEKTIF
Guru yang efektif menguasai materi
pelajaran dan keahlian atau keterampilan mengajar yang baik. Mereka tahu
bagaimana memotivasi, berkomunikasi, dan berhubungan secara efektif dengan
murid-murid dari beragam latar belakang kultural.
- PENGETAHUAN DAN KEAHLIAN PROFESIONAL
- Penguasaan Materi Pelajaran. Guru yang efektif harus berpengetahuan, fleksibel, dan memahami materi. Tentu saja, pengetahuan subjek materi bukan hanya mencakup fakta, istilah, dan konsep umum. Ini juga membutuhkan pengetahuan tentang dasar-dasar pengorganisasian materi, mengaitkan berbagai gagasan, cara berpikir dan berargumen, pola perubahan dalam satu mata pelajaran, kepercayaan tentang mata pelajaran, dan kemampuan untuk mengaitkan satu gagasan dari suatu disiplin ilmu ke disiplin ilmu lainnya.
- Strategi
Pengajaran. Prinsip
konstruktivisme adalah inti dari filsafat pendidikan William James dan John
Dewey. Konstruktivisme menekankan agar individu secara aktif menyusun
dan membangun (to cunstruct)
pengetahuan dan pemahaman. Menurut pandangan konstruktivis, guru bukan sekedar
memberi informasi ke pikiran anak, akan tetapi harus mendorong anak unruk
mengeksplorasi dunia mereka, menemukan pengetahuan, merenung, dan berpikir
secara kritis (Brooks & Brooks, 2001) Dewasa
ini, konstruktivisme juga menekankan pada kolaborasi—anak-anak saling bekerja
sama untuk mengetahui dan memahami pelajaran (Gauvain, 2001). Seorang guru yang
menganut filosofi konstruktivisi tidak akan meminta anak-anak sekedar
mengahafal informasi, tetapi juga memberi mereka peluang untuk membangun
pengetahuan dan pemahaman materi pelajaran
Namun, beberapa pendidik lama masih percaya bahwa guru harus mengarahkan dan mengontrol cara belajar anak. Beberapa pakar dalam psikologi pendidikan percaya bahwa entah itu kalian menggunakan perspektif tradisional atau mengikuti tren dalam reformasi pendidikan, kalian tetap bisa menjadi guru yang efektif.
- Penetapan Tujuan dan Keahlian Perencanaan Instruksional. Guru yang efektif harus menentukan tujuan pengajaran dan menyusun rencana untuk mencapai tujuan itu (Pintrich & Schunk, 2002). Mereka juga harus menyusun kriteria tertentu agar sukses. Mereka menghabiskan banyak waktu untuk menyusun kriteria rencana instruksional, mengorganisasikan pelajaran agar murid meraih hasil maksimal dari kegiatan belajarnya. Dalam menyusun rencana, guru memikirkan tentang cara agar pelajaran bisa menantang sekaligus menarik.
2. KOMITMEN DAN
MOTIVASI
Menjadi guru yang efektif juga membutuhkan
komitmen dan motivasi. Aspek ini mencakup sikap yang baik dan perhatian dari
murid.
Komitmen dan motivasi dapat membantu guru
yang efektif untuk melewati masa-masa yang sulit dan melelahkan dalam mengajar.
Guru yang efektif juga memiliki kepercayaan diri terhadap kemampuan mereka dan
tidak akan membiarkan emosi negatif melunturkan motivasi mereka.
Nah, bagaimana mengembangkan sikap positif
dan mempertahankan semangat mengajar?
Penting untuk menyadari masa ketika kalian
membuat perubahan dalam kehidupan murid. Mungkin kalian tahu dari pengalaman
pribadi bahwa apa-apa yang dilakukan guru akan menimbulkan perubahan. Semakin
baik kalian menjadi guru, semakin berharga pekerjaan kalian. Dan jika kalian semakin
dihormati dan sukses di mata murid, maka kalian akan merasa semakin bertambah
komitmen kalian. Dengan mengingat hal tersebut, luangkan waktu sejenak untuk
memikirkan tentang citra guru kalian di mata kalian sendiri. Beberapa dari guru
kalian mungkin luar biasa dan bisa menanamkan citra positif di mata kalian.
Daftar Pustaka:
Santrock, J. W. Psikologi Pendidikan. Ed. 2. 2013. Jakarta: Penerbit Erlangga
Daftar Pustaka:
Santrock, J. W. Psikologi Pendidikan. Ed. 2. 2013. Jakarta: Penerbit Erlangga
0 comments:
Posting Komentar